Minggu, 08 Januari 2012

Cintaku Dulu dan Sekarang


Hari ini, mentari baru terbit dan sinarnya yang kuning seolah memberikan sesuatu yang baru, segala sesuatu hidup, segala sesuatu berjiwa, segala sesuatu Nampak bericara kepadaku tentang hasratku, sesuatu seolah mengundangku untuk bercerita tentang hariku yang dahulu lagi…….. padahal selalu cerita yang sama.
Itu yang aku rasakan setiap paginya, setiap aku membuka mataku aku rasakan sesuatu yang baru mengalir di nadiku. Sesuatu yang lama namun terasa baru. tentang rasa dan juga perasaan yang menjadi pengelana waktu yang tak pernah usai dan berakhir.
Aku tersenyum kembali untuk kesekian kalinya. memandang betapa konyolnya diriku dimasa yang lalu.
Dulu….
Lebih dari segala yang ada dalam hidupku, ku harap aku tak pernah sendirian, tanpa ada yang mencintaiku. Memikirkannya sudah membuatku sedih dan juga murung. Banyak yang aku takutkan di dunia ini namun yang paling aku takutkan adalah kegagalan cinta, aku takut sakit, takut mati, takut dimarahi ibuku, kemiskinan , kegagalan dan banyak hal lainnya. tapi kita akan Nampak lebih buruk melewati itu semua sendirian. Sebaliknya jika kita mengarunginya bersama seseorang yang kita cintai. Dan itulah yang aku mau dan impikan.
Itu dulu……
Dulu,
Dulu aku cinta. ya… semua terasa indah. Aku mencintai seseorang. Cinta yang ku tahu kala itu adalah semua hal tentang keindahan. Tiada ruang untuk kesedihan. Tiada tangis untuk duka. Hanya ada rasa bahagia yang mengisi seluruh kalbu. Cinta itu mengubah segalanya. mengubah gelap dalam hatiku menjadi terang, mendung menjadi cerah dan pahit menjadi manis.
Aku menatapnya pertama kali saat aku menatap sekolah baruku untuk pertama kalinya. ada bahagia dimatanya dan aku tahu kalau untuk pertama kalinya aku melihat cinta yang ku dambah dimata bening itu. seorang pria yang ku yakini jauh lebih tampan dari apa yang mereka sebut malaekat. Pria berjubah yang memiliki senyuman main dan juga indah. Aku suka itu, aku suka dia itu adalah kalimat yang aku katakan pada diriku sendiri ketika aku mengingatnya.
Aku bangga karena Tuhan menyisipkan sesuatu yang paling menakjubkan di dunia ini berupa cinta. yang pertama dan juga yang terakhir bagiku. Aku tak tahu kenapa? Tapi jika engkau bertanya padaku maka aku akan menjawab beribu-ribu alasan kenapa ia layak aku cintai.
Dulu……
Kita awali cinta itu dengan rasa yang malu-malu. Aku malu menatap kamu padahal aku ingin sekali menatap wajahmu setiap saat. saat kamu berbalik…. Aku menatapmu dan aku harap dengan kekhusukan penuh pada Tuhan agar kamu menoleh dan sekadar mengatakan “ Hai ” padaku. kata sederhana itu bagiku mampu menyatukan kepingan mozaik yang tercecer di hatiku. Dan kau lakukan itu setiap saat…. setiap bersamamu. Kau beranikan diri untuk melakukannya dan aku tahu itu cinta.
Lalu kita lewati tahapan saling mengatakan kata hai….. dengan obrolan yang kecil namun hangat. Itu hal yang kita lakukan dulu….
Ingatkah kamu sayangku, ingatkah bagaimana kita saling berpandangan, saling menunggu dan saling bergandeng tangan . dunia ada digenggaman kita. Kita saling bercerita menghabiskan banyak waktu bersama. entah apa yang kadang kita bicarakan. Pelajaran, prestasi kita atau bahkan guru yang mengajar di kelas. Biasa saja namun jika kita tak saling bertemu kau akan mencariku hanya sekadar untuk menyapa. Saling menatap dan tertawa bersama dan hal yang paling konyol pun kita lakukan. Kita bahkan melewatkan waktu hanya untuk saling menatap satu sama lain. Kita tahu bahwa dunia kita telah jauh berbeda. Lewat mata kita artikan bahasa kalbu kita yang berkabut. Lewat senyuman malu-malu kita tahu kalau itu adalah cinta.
Aku menatap langit biru sepanjang hari, aku selalu teringat dengan hari itu. Dimana aku dengan malu-malu menghadiahimu dengan sapu tangan biru azura. Aku memilih warna biru karena kamu menyukai warna biru. Biru bagimu adalah langit…. Yang luas dan tiada batas. Kamu suka memandangi langit karena itu, kamu suka biru. Katamu biru adalah hati yang tiada batas kelapangannya, selalu melindungi layaknya langit pada bumi. Akku suka alasan itu, karena itu aku menghadiahimu dengan warna biru meski aku tak menyukainya. Kamu tersenyum dan langsung memakainya. Kamu ucapkan kata terima kasih dengan manis dan aku mengingat betul mimic wajahmu. Manis dan juga tulus. Entah apa yang kamu lakukan dengan saputangan itu lagi sekarang.
Itu dulu.
Dulu……
Aku menunggu kamu katakan cinta. kau tahu apa yang aku rasakan. Sungguh sangat menyakitkan mencintai seseorang yang tak mencintaimu. Tetapi saat itu yang aku tahu… adalah sungguh menyakitkan dan membinggungkan mencintai seseorang yang tak memiliki keberanian mengatakan cinta kepadaku. Itu yang aku kira dan sangat aku yakini.
Aku bersabar karena aku tahu aku juga tak mampu hidup tanpa kamu layaknya kamu juga. Mungkin aku teralu naif. Awalnya kamu mulai tak seperti biasa. aku diam dan bersabar karena mereka para sesepuh mengatakan, bukan laut namanya jika airnya tidak berombak, bukan cinta namanya jika perasaan tak terluka. berkali-kali aku katakan itu pada diriku. Seperti layaknya sebuh mantra dan syahadat agama cintaku yang membangun benteng iman cintaku dalam hati.
Itu dulu.
Dulu…….
Aku menangis karena kamu lain dan tak peduli denganku. Aku marah. Aku menghujat tentang kepercayaan mereka. bahwa cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, kabut menjadi mentari dan mungkin kemarahan menjadi rahmat.
Aku benci dan semakin aku ingin melupakan kamu, bayangan kamu malah menjerat nyawaku. Aku menderita. Sakit sekali dan tahukah itu terjadi padaku dan kau tak mau tahu. hal itu bagimu adalah sesuatu yang biasa dan kamu seolah tak mau tahu tentang diriku lagi. Teganya kamu padaku padahal kita telah melampaui banyak hal bersama. ingatkah itu? ingatkah aku saat kamu bersama yang lainnya? pernahkah kamu mencintaiku sedetik saja. ingin ku maki kamu dan ku marah pada kamu namun ketika kamu tatap aku dan hanya mengatakan kata hai. Kepingan hatiku tiba-tiba menyusun kembali menjadi kepingan hati lagi layaknya masa awal pertemuan kita. Hatiku yang sempat hancur menjadi kepingan hati tiba-tiba tersusun kembali. Kamu memang manusia yang ajaib yang mampu dengan mudah mengubah hatiku.
Itu dulu.
Dan aku sesali itu…. dulu.
Suatu pagi ketika kau menunggumu, tahukah kamu, Isa Albana? Aku tahu kamu tak akan menjadi milikku dan aku menitikan air mataku. Inikah sakit itu. sakit yang berbalut cinta? aku bertanya-tanya dalam hatiku kenapa bukan aku wanita yang kamu kenalkan sebagai kekasih itu? padahal tahukah kamu, cintaku adalah cinta yang aku yakini akan menang jika diadu. Apakah kamu menyadarinya bahwa cintaku adalah ketulusan. aku menangis dan menitikan air mataku. Apakah kamu melihatnya? Ku rasa tidak, kamu acuhkan aku dan kamu nikmati cinta itu. itu wajar karena dewimu itu jauh lebih menawan dibandingkan aku. Aku bukanlah apa-apa bagimu. Aku hanya temanmu mungkin. Teman biasa yang tak masuk dalam hitungan cinta.
Itu dulu…..
Dulu….
Beberpa bulan setelah berkenalan. Kamu mengaduh padamu tentang keluh kesahmu dan betapa kamu jatuh cinta dengannya. kamu ingin rajutan benang cerita cinta itu berlanjut. Karena kamu dan kekasih kamu aku terpaksa harus menjadi dewasa. Aku merajut benang-benang cinta kalian yang semu dan menyakitkanku. Menambal dan meniadakan permasalahan itu dengan hati yang terajam. Ku persiapkan punggungku untuk kamu bersedih. Ku siapkan tanganku untuk mengelus ubun-ubunmu dan aku persiapkan batnku untuk memberikanmu ketenangan jiwa.
Aku sangat tersiksa dengan apa yang kalian lakukan. Kuputuskan untuk berhenti menyiksa diriku karena kehidupanku bukan berakhir tanpa cinta. Aku simpan cinta yang terluka. cinta yang membuatku menangis. Aku menitikan air mataku, lalu kelapangan dada itu muncul. Sebuah gairah yang baru entah apa itu namanya tiba-tiba merangsek merasuk kalbu. Sesuatu yang baru dan membanggakan. Dibagung dengan jazirah ego pembaruan dan juga kepasrahan.
Aku tinggalkan semua karena kamu dan tak ku sesali itu. tapi tahukah kamu? Aku yakin itu cinta sejati bagiku. Cintaku adalah cinta sejati. Cinta yang membuatku tersenyum sambil menangis dan penuh keihlasan dan kesadaran aku berkata, “ aku turut bahagia untukmu. Aku berdoa untuk kebahagiaanmu dan aku berdoa untuk diriku agar aku kuat. Kuat untuk bangkit dan menjalani hari tanpamu. Aku sangggup meski aku tak mau.”
Itu dulu,
Aku bangga pada diriku….
Aku bangun puing-puing mimpiku yang hancur. Aku tiada ingin mengenal lagi. Aku merasa cukup kaya dengan memiliki memori akan kita. Aku bangga akan hal itu. terlukis dijiwaku dan mengukir kuat di kalbuku kalau aku masih mencintaimu. Kadang hatiku tak kuasa menahan rinduku padamu dan aku bunuh itu dengan menyepi. Menyadari bahwa mungkin kamu tak akan bahagia denganku.
Sedalam-dalam rasa ini…. sentuh hatiku….. selamilah jiwaku…. Aku masih tetaplah sama. sama dengan aku yang dulu. Bagiku cerita cinta dengan kamu tak sanggup aku ingat karena menyedihkan atau bahkan tak sanggup aku lupakan karena indah untuk dikenang.
Aku melesat bak bintang baru dan aku tiadakan ruang untuk cinta. semua aku lakukan karena kamu. Mereka bilang aku luar biasa, mereka bilang aku tangguh, mereka bilang aku sukses dengan apa yang aku raih. Aku kini menjadi manusia yang jauh tinggi dari bayangan orang. Aku berlari dengan luka membawa mimpi masa depan. Hanya dengan berlari aku melupakan periode krisis itu dan memasukki babak baru dengan krisis-krisis yang baru. aku menyibukkan diri dengan krisis-krisis itu agar sejenak aku melupakan kamu. aku tangguh….. mereka mengakuiku sebagai yang terbaik.
Kehidupanku bak sempurna tapi hatiku kosong. Tiada bahagia itu hanya ada formalitas yang semu, senyum yang hambar dan juga hati yang getir. Ini mungkin yang mereka sebut kehidupan tanpa cinta.
Itu dulu…
Dulu sekali.
Hingga suatu ketika kita dipertemukan secara tak sengaja bagiku dan kamu sebaliknya dalam pertemuan masa lalu. tadinya aku tak mau datang ke sekolah itu, namun aku juga rindu setelah lima tahun tak berkunjung. Aku yakin kamu tak ada ini adalah acaraku dan teman-temanku. aku datang seperti biasa dan pujian itu mengalir adanya. hal biasa yang kudengar. Pujian dan juga kebanggan guruku terasa hambar bagiku. Sepi dan juga senyap duniaku meski pada kenyataannya, keramaian menyelimutiku.
Kamu datang dengan pakaian yang sopan dan itu adalah salah satu alasan aku menyukaimu. Kamu tersenyum dan ku balas senyuman itu dengan keformalanku juga. Hatiku sudah tak bergetar lagi melihat kamu. Biasa saja, mungkin kesepian selama lima tahun yang aku rasakan telah mematikan cintaku. Atau mungkin aku sudah biasa menatap tatapan laki-laki seperti kamu. Laki-laki yang memujiku dan juga melebihkan aku.
Lalu aku pergi meninggalkan kamu dengan hati yang biasa. aku melakukannya dengan sadar. Selama berhari-hari aku bertanya pada diriku. Dan jawaban yang selalu aku temui adalah ketiadaanku. Ketiadaanku lagi atas cinta yang mungkin mereka bilang cintaku telah mati. Aku berkabung akan cinta itu. rasanya aku ingin membangunnya kembali. Aku terlalu bersedih dengan apa yang aku lakukan. Semuanya…. Semuanya terasa memuncak. Krisis tertinggi yang aku rasakan membuat aku tenggelam dalam palung terdalam dari sebuah kehidupan.
Itu dulu
dan hampir menjadi sekarang.
Ku putuskan untuk kembali lagi disana laki-lakiku.
Pada tempat dimana semua kenangan itu pernah berasal. Juga ketika kehilangan itu berawal. Mungkin terlambat aku rasa aku kembali namun apa yang mampu aku lakukan hanyalah sebatas ini.
Ada lanskap sore yang sunyi bertahta. Disana timbul mahkota perpisahan yang merajam langit.saat jejak kakiku ragu terpacak dan ingin berbalik. Aku putuskan untuk sekarang melakukannya. Lalu kesenyapan itu kembali mengiris-ngris hatiku. Saat aku mulai menyadar apa yang akan aku lakukan dan apa yang akan menjadi jawabanmu.
Aku memang sedikit tersesat, gamang dan mengalami disorientasi lokasi ketika aku tiba disni lagi. Menelisik kembali ruang-ruangrndu yang pernah aku lalui dalu, memang tak mudah , terlebih dengan hati patah. Dan aku berusaha menghadirkan sosokmu kembali, seperti pelangi yang ingin langit tunjukan pada bumi setelah gerimis menghujur bumi.
Rasanya sudah cukup aku berdamai dengan kesendirianku. Berlayar di samudera kesedihan serta merasakan langit itu menampar wajahku agar aku kembali untuk mengenangmu. Namun tekatku sudah bulat untuk menuju dermaga emas yang lainnya. karena entah kenapa aku tahu, menunggumu adalah hal yang sia-sia.
Aku menatap wajahmu yang terpantul di kaca kelas dan pandanganku tak pernah aku lepas dari bayangan wajahmu yang sama. lalu aku berbalik, kamu takjub dengan perubahanku dan bersorak girang dalam hatimu. Inikah cinta? aku tak bertanya.
Hanya sekadar menyapa dan kemudan kita saling terdiam. Kamu menatapku seolah kamu ingin mengatakan sesuatu. Dan entah kenapa seolah sesuatu membisikan sesuatu padaku. ia menjamah hatiku yang terdalam dan itu bukan cinta. aku tiba-tiba merasakan kalau ini adalah yang terakhir. Pertemuan yang terakhir.
“bolehkah aku menyentuh wajahmu?” tiba-tiba kalimat itu terlontar dari mulutku.
Dia mengangguk penuh keheranan. Aku menatapnya dan entah kenapa buliran air mata itu terjatuh. Dia menyentuh pipiku dan menghapus air mata itu. rasanya sudah lama kami ingin melakukannya. Mulutnya bergetar dan ku ambil lagi tanganku.
“maafkan aku….”
“tak apa. Aku mencintaimu dan ku harap kau tak pernah memiliki cinta seperti aku. Cinta yang menyedihkan namun aku bertahan.” Kataku dengan pelan.
“katakan ini yang terakhir kau mencintaiku. Berhentilah mencintaku karena jika itu kamu lakukan….. aku akan menjadi laki-laki terjahat di dunia.”
“tidak. Aku tak bisa. Awalanya cintaku padamu mati namun aku malah tak sanggup lalui itu semua. Mencintaimu adalah bagian hidupku.”
Lalu tiba-tiba tangan kananmu terangkat dan ku lihat cicin emas melingkar di jari manismu. Cincin pernikahan dan aku terdiam dan membisu. Kamu telah bersama yang lain sama seperti dulu dan aku terbiasa. Aku tersenyum dan menyeka air mataku seperti dulu. Tanganku menyentuh dadaku dan aku tersenyum, setidaknya aku masih mampu mengatakan cinta padamu, meski apa yang terjadi.
Aku mundur beberapa langkah dan aku berbalik. Berjalan begitu cepat sambil ku peluk driku sendiri. Kamu berusaha mengejarku tapi urung kamu lakukan karena seorang perempuan memanggilmu. Aku tak sempat melihat suara siapa. Aku tak mampu kali ini. hanya cukup dengan mengatakan cinta dan aku tak perlu jawabnya karena aku jawabannya.
Itu dulu dan hampir menjadi sekarang.
Selama enam tahun kamu mengirimi aku surat. Setiap minggunya namun tak satupun yang aku balas. Aku mati dalam kesepianku mungkin itu jawaban yang tepat. Aku terbangun lagi saat aku merasa hidup dan mati lagi. Selalu seperti itu.
Sebulir bunga kamboja putih jatuh. Ia selalu bersedih dibagian ini. ia menganggap bahwa dialah yang menjadikanku sendiri. Aku menatap langit yang tak berbatas di rumah baruku. Awalnya aku tak mau sendiri namun karena namaku mengandung makna bagi mereka. aku merasa cukup hanya aku yang sendiri di rumah baruku.
Dulu…
Hampir sekarang.
Aku ingin membuat mereka yang didekatku menjadi kokoh. Sesuatu membisikkan tentang kepergianku sangat kuat adanya. dan itu tiada meleset sedikitpun. Tiba-tiba tanpa sakit atau apapun yang dibayangkan seseorang. Mereka menjemputku dengan sayap-sayap putih yang mengangumkan. Aku tersenyum karena aku telah bersiap-siap tentang hal ini. kematianku begitu mudah dan indah.
Sekarang…… dan selamanya…..
Aku disini, sendiri …… bercerita tentang cintaku pada kamboja, langit biru atau siapapun juga yang ingin mendengar ceritaku.
Sekarang kamu masih terpaku di depan rumah baruku. Selama beberapa waktu kamu tak percaya perpisahan yang dasyat dan terputus ini terjadi. setidaknya aku beruntung tak mengalami babak ini dalam cintaku. Itu yang ingin aku katakan pada mereka yang ingin mendengarku. Aku beruntung karena tak menyimpan kata-kata cintaku. Aku beruntung masih sanggup mengatakannya dihadapannya selagi ia memiliki hayat bukan pusaran.
Sekarang dan selamanya…
Kamu menatapku dalam kepasrahan seolah aku tiada dan itu salah. Sayangku aku menatap kamu meski tak tahu aku dimana. Bagi kamu dan mereka aku memang tiada dan itu benar adanya. aku ingin tatapan ini dulu dan baru setelah aku tiada aku dapati tatapan itu. tatapan penuh cinta kasih yang aku rindukan yang nyata tanpa kenaifanku.
Dalam ketiadaanku kamu potret diriku yang dulu. Diriku yang hancur karena cinta. sekarang aku kasihan dengan kamu. Adakah kamu kasihan padaku kala itu? aku ingin kamu berbuat sesuatu dulu…. Kamu mampu tapi kamu tak mau, sama halnya aku kini yang mau tapi tak mampu. Maafkan aku……… kataku padamu.
Ingin rasanya jika aku mampu untuk merehkuhmu lagi seperti dulu akan aku lakukan tapi aku tak kuasa lagi.
Sekarang
Sekarang saat kamu disini. menatapku dan menghapus air matamu dengan sapu tangan yang selalu ingin aku ketahui keberadaannya. Kamu sadar setelah kepergianku bahwa cintakulah yang paling besar. cinta yang mengalahkan dewa cinta kepada dewi cinta. tapi semua sia-sia adanya. seperti aku dulu……
Rasa keputus asahan dan penyesalan mengelayuti kamu sepanjang musim. Seperti kecewa yang luruh satu persatu bagai daun yang mati meranggas. Seperti sajak-sajak pilu yang kamu tulis dengan air mata lalu kamu kirimkan bersama sepotong asa, lewat angin malam yang berdesir lembut dari jendela kehidupanmu.
Sekarang….
Meski kamu katakan, aku cinta padamu.
Terasa sia-sia………
Aku bagimu adalah penghias kisah sedih dan juga sesal.
Aku bagimu sejatinya cinta yang tulus.
Sekarang kamu sesalkan kefanaanmu.
Kini aku tahu kamu cinta padaku…..
Meski terlambat.
Sekarang…..
Ku ceriatakan padamu wahai langit biru dan kamboja. Cerita yang sama yang selalu kamu inginkan setiap pagi. Tentang cintaku dulu ketika aku masih berhayat. Ceritakan ini pada angin agar ia bercerita pada manusia tentang cintaku dulu dan sekarang. Tentang kisahku agar mereka belajar akan sejatinya cinta.
Surabaya, 18 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar